Langsung ke konten utama

Harimau Jawa

Harimau Jawa




Harimau Jawa atau Harimau Sunda (Panthera tigris sondaica) adalah subspesies harimau yang hidup terbatas (endemik) di Pulau Jawa. Harimau ini telah dinyatakan punah di sekitar tahun 1980-an, akibat perburuan dan perkembangan lahan pertanian yang mengurangi habitat binatang ini secara drastis.
Dibandingkan dengan jenis-jenis harimau di Benua Asia, harimau jawa terhitung bertubuh kecil. Namun harimau ini mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar daripada harimau bali dan kurang lebih sama besar dengan harimau sumatera. Harimau jawa jantan mempunyai berat 100-140 kg, sementara yang betina berbobot lebih ringan, antara 75–115 kg. Panjang kepala dan tubuh hewan jantan sekitar 200-245 cm, hewan betina sedikit lebih kecil.
Harimau jawa tercatat menghuni hutan-hutan dataran rendah, hutan belukar, dan mungkin pula berkeliaran hingga ke kebun-kebun wanatani di sekitar perdesaan, karena pernah pada masanya hewan ini dianggap sebagai hama sehingga banyak diburu atau diracun orang. Wilayah jelajahnya tidak melebihi ketinggian 1.200 m dpl.
Macan ini biasa memangsa babi hutan, rusa jawa, banteng, dan kadang-kadang juga reptil serta burung air.
Harimau jawa diketahui hanya didapati di Pulau Jawa.
Pada awal abad ke-19, harimau ini masih banyak berkeliaran di Pulau Jawa. Pada tahun 1940-an, harimau jawa hanya ditemukan di hutan-hutan terpencil. Ada usaha-usaha untuk menyelamatkan harimau ini dengan membuka beberapa taman nasional. Namun, ukuran taman ini terlalu kecil dan mangsa harimau terlalu sedikit. Pada tahun 1950-an, ketika populasi harimau jawa hanya tinggal 25 ekor, kira-kira 13 ekor berada di Taman Nasional Ujung Kulon. Sepuluh tahun kemudian angka ini kian menyusut. Pada tahun 1972, hanya ada sekitar 7 harimau yang tinggal di Taman Nasional Meru Betiri.
Ada kemungkinan kepunahan ini terjadi di sekitar tahun 1950-an ketika diperkirakan hanya tinggal 25 ekor jenis harimau ini. Terakhir kali ada sinyalemen dari harimau jawa ialah pada tahun 1972. Pada tahun 1979, ada tanda-tanda bahwa tinggal 3 ekor harimau hidup di Pulau Jawa. Kemungkinan kecil binatang ini belum punah. Pada tahun 1990-an ada beberapa laporan tentang keberadaan hewan ini, walaupun hal ini tidak bisa diverifikasi.
Meskipun demikian banyak laporan penampakan harimau jawa di hutan Jateng dan Jatim.
Pada akhir tahun 1998 telah diadakan Seminar Nasional harimau jawa di UC UGM yang berhasil menyepakati untuk dilakukan "peninjauan kembali" atas klaim punahnya satwa ini. Hal tersebut karena bukti-bukti temuan terbaru berupa jejak, guratan di pohon, dan rambut, yang diindikasikan sebagai milik harimau jawa. Secara mikroskopis, struktur morfologi rambut harimau jawa dapat dibedakan dengan rambut macan tutul. Oleh karena itu hingga sekarang masih dilakukan usaha pembuktian eksistensi satwa penyandang status punah ini.
Di samping harimau jawa, ada dua jenis harimau yang punah pada abad ke-20, yaitu harimau bali dan harimau kaspia.
Sensus terakhir tentang keberadaan harimau jawa dilakukan selama 1 tahun, yaitu sejak tahun 1999-2000. Survei selama 12 bulan ini berlangsung di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur, atas permintaan langsung kepala taman nasional, Indra Arinal, dan didukung oleh Direktur Konservasi Flora dan Fauna, Ir. Koes Saparjadi, karena adanya laporan dari beberapa orang staf taman nasional serta warga setempat yang menduga bahwa harimau jawa masih ada.
Sebanyak 12 staf taman nasional dilatih dengan dibekali 20 unit kamera, selain itu juga mendapat bantuan dari yayasan "The Tiger Foundation" berupa 15 unit kamera inframerah dalam rangka memfasilitasi upaya sensus. Hasil sensus mengatakan bahwa tiidak ada harimau jawa, hanya sedikit mangsa, banyak pemburu liar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkantan

Berkantan Bekantan  atau dalam nama ilmiahnya  Nasalis larvatus  adalah sejenis  monyet  berhidung panjang dengan rambut berwarna coklat kemerahan dan merupakan satu dari dua  spesies  dalam  genus  tunggal monyet  Nasalis . Ciri-ciri utama yang membedakan bekantan dari monyet lainnya adalah  hidung   panjang dan besar yang hanya ditemukan di spesies   jantan . Fungsi dari hidung besar pada bekantan jantan masih tidak jelas, namun ini mungkin disebabkan oleh   seleksi alam . Monyet   betina   lebih memilih jantan dengan hidung besar sebagai pasangannya. Karena hidungnya inilah, bekantan dikenal juga sebagai   monyet Belanda . Dalam   bahasa Brunei   ( kxd ) disebut   bangkatan . Bekantan jantan berukuran lebih besar dari betina. Ukurannya dapat mencapai 75 cm dengan berat mencapai 24 kg. Monyet betina berukuran 60 cm dengan berat 12 kg. Spesies ini juga memiliki perut yan...